Translate

Jumat, 29 Maret 2013

Sakit Yang Menuntunku "Kembali"

Bismillahir Rohmanir Rohim...

Sebelum mengenal ilmu kebenaran, aku sangat-sangat bingung dalam menjalankan syareat. Bahkan saking bingungnya, aku sempat tidak melakukan sholat dan puasa hingga kurang lebih 4 tahun. Teman-teman yang dulu pernah mengenalku dari dekat, merasa kaget dengan perubahanku. Aku hanya mengatakan, bahwa aku sedang menjalani "proses pencarian".

Dalam proses pencarian itu, aku bertemu dengan seseorang yang sudah tua, puluhan tahun lebih tua dariku. Nah, dari pertemuan inilah, aku mendapatkan beberapa penerangan atas beberapa "soal kehidupan" yang aku alami maupun yang tidak aku alami. Meski, semua keterangan itu masih berbau "misteri", namun mulai ada titik terang. Orang ini pun, dulunya adalah ahli sholat. Bahkan "tukang adzan" di musholah di kampungnya. Namun karena sebuah "kekecewaan" akhirnya dia melakukan "tirakat" hingga menemukan sebuah ilmu, namun dia tidak mau menyebut temuannya itu sebagai sebuah ilmu. Sebab menurutnya, sebuah ilmu itu tentu ada yang mengajari, ada bukunya dan ada yang belajar. Sedangkan dia, menemukannya sendiri tanpa guru dan buku.

Lama kelamaan bergaul dengan orang itu, akhirnya aku pun melupakan sholat dan puasa, meski keyakinanku terhadap Tuhan YME (Allah SWT) tetap ada. Hingga akhirnya orang itu meninggal dunia.
Kehidupanku menjadi kembali goyah. Hingga akhirnya aku jatuh sakit. Sakit aneh. Sebab, dokter pun kesulitan menemukan apa penyakitku itu. Akhirnya aku putuskan untuk berpaling dari dokter ke "orang pintar". Dari satu orang pintar ke orang pintar yang lain. Semua "orang pintar" yang pernah aku datangi, semuanya sama, maaf, "penipu". Mereka hanya mementingkan uang/materi belaka. Awal terapi penyembuhan yang dilakukan, seolah menunjukkan gejala sembuh. Namun ternyata itu hanya ilusi belaka. Uang yang aku keluarkan sudah tak terhitung lagi, namun hasilnya sia-sia belaka, dan penyakitku pun tak kunjung sembuh.

Seorang teman menyarankan aku untuk mengikuti pelatihan Psychotronica. Yang di dalamnya ada materi "self healing" atau pengobatan diri sendiri. Aku putuskan untuk mengikutinya. Dan, alhamdulillah, aku sembuh dan bisa kembali meyakini dan menjalani kembali syareat agamaku.

Berawal dari pelatihan inilah aku bertemu dengan seseorang, yang mengenalkanku pada buku-buku Ayat-ayat Tersirat. Penulisnya adalah ibu Ririn Atika, kelahiran Malang, Jawa Timur, Indonesia. Aku tertarik dan sekaligus penasaran. Sebab selama ini, aku sangat haus akan pemahaman tentang agama Islam yang aku anut. Ada keingin untuk mondok, namun aku merasa sudah terlalu tua. Tentu tak akan nyaman mondok berbaur dengan santri-santri cilik. Sedangkan untuk berbaur dengan santri dewasa, tentu dalam keilmuan, aku tertinggal jauh. Aku putuskan untuk membeli 1 set buku-buku Ayat-ayat Tersirat, waktu itu baru ada 8 buku, langsung dari penerbitnya, ardilla books.

Awal membaca buku-buku ayat-ayat tersirat, aku dibuat terkage-kaget. Banyak hal yang ternyata kita pahami secara salah kaprah. Ada hal yang benar-benar membuatku "kelimpungan" saat itu. Tentang Ifrit, tentang re-inkarnasi, dll. Semua itu merupakan hal baru bagiku. Disebut sebagai hal baru, sebab memang pemahamanku tentang hal-hal itu sama seperti pemahaman orang pada umumnya. Dari kondisi "kelimpungan" itu, aku sempat bimbang. Namun mau bertanya kepada orang sekitar, aku yakin tidak akan menemukan jawaban yang pas. Sebab, pemahaman mereka toh sama dengan yang selama ini aku pahami. Akhirnya, aku memutuskan untuk membaca buku-buku itu semuanya, ibaratnya tanpa terlewat selembar pun. Dan sedikit demi sedikit, semuanya ternyata terjawab dalam buku-buku itu juga. Ternyata pemahaman yang selama ini aku percayai, yang kalau dirunut dengan hal-hal lainnya tak nyambung, itu disebabkan karena cara pemahamannya kita yang keliru. Satu contoh, semula aku hanya tahu bahwa re-inkarnasi itu adalah ajaran agama hindu dan budha, mungkin ada agama lain yang juga percaya re-inkarnasi tapi aku tidak tahu. Namun ternyata, di dalam Al-Qur'an sendiri terdapat ayat yang menjelaskan tentang itu, hanya kita membacanya secara salah. Sebab Al-Qur'an sejatinya menggunakan bahasa rohani, namun kita membacanya secara bahasa jasmani.

Zikir dan Doa

Selama ini, aku sangat jarang berdoa. Apalagi sejak bergaul dengan "orang tua" yang kemudian meninggal itu. Dari dialah aku mendapatkan penjelasan, bahwa doa itu identik dengan memerintah Tuhan. Sehingga aku merasa malu kalau harus berdoa.  Dan memang, di dalam membaca buku-buku Ayat-ayat Tersirat, ternyata dijelaskan, bahwa sesungguhnya kita salah dalam memaknai "Berdoalah, niscaya Aku kabulkan.". Tuhan itu Maha Tahu. Tuhan juga Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tentunya Tuhan paling tahu, apa yang terbaik buat setiap orang, bahkan setiap makhlukNya. Lalu mengapa ada perintah "Berdoalah, niscaya Aku kabulkan."? Ternyata itu hanyalah salah satu bentuk "ujian" dari Tuhan untuk kita para manusia.

Zikir dan doa di dalam ilmu kebenaran, jika dilakukan rutin setiap hari, ternyata membawa manfaat yang luar biasa. Pengalaman yang aku alami, sewaktu merawat anak di RS Budi Asih, selama seminggu. Di dalam ruang rawat inap kelas 3, yang diisi oleh 7 orang pasien. Tentu ada yang yang menjaga dan ada yang mengunjungi. Setiap hari pengunjung berganti-ganti orang. Dan ternyata, melihat aneka macam orang yang berlalu-lalang silih berganti itu, saya seolah "membaca sebuah buku". Seolah ada yang membimbing saya untuk bisa memahami itu secara langsung. Namun, pemahaman saya sebatas "paham" untuk diri sendiri, bukan untuk "dibagi" (share). Semula saya tak menyadari itu. Saya menganggapnya hanya sebatas "penilaian" saya pada orang yang baru ditemui dalam perjalanan. Tapi ternyata, hari demi hari hingga 6 hari berlalu, semua itu bukanlah sekedar penilaianku belaka, tetapi ada pembelajaran yang tersirat dalam peristiwa itu. Subhanallah...! Inikah yang dimaksud dengan "pelajaran tak sebatas dari buku"? Yang kemudian aku beri istilah Membaca BUKU TERBESAR.

Demikianlah sekelumit pengalamanku dengan ilmu kebenaran. Hingga kini, saat menulis blog ini, aku masih membaca buku-buku ayat-ayat tersirat, dan masih menunggu buku-buku berikutnya.

Semoga pengalamanku itu, mampu menginspirasi para pembaca. Amiin...!

3 komentar:

  1. Pemahaman perjalanan ruhani dalam rangka pencarian hakikat hidup dan kehidupan, sampai pada pencarian Sang Pencipta perlu sering didiskusikan dengan para alim ulama. Kepuasan pikiran kita dan pengalaman hidup kita belum bisa dihadikan dasar untuk menyalahkan pemahaman yang lain. Pikiran atau rasio ada batasnya. Pengalaman hidup kita hanya sepermilyar tahun dari alam ini tercipta. Artinya, data kita untuk menjadi dalil menyalahkan atau membenarkan sangat lemah, karena keterbatasan-keterbatasan itu sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mr. Chusnu,

      Terima kasih atas komentarnya. Dan terima kasih pula atas sarannya. Sudah ada dua saran serupa. Namun, seperti yang sudah aku tuliskan di posting tersebut, sangat sulit menemukan alim ulama yang bisa memberikan penjelasan yang pas dengan menggunakan pemahaman ilmu kebaikan. Oleh sebab itulah, maka Allah telah menurunkan petunjuk melalui ilmu kebenaran.

      Apa dan bagaimana ilmu kebenaran? Jika berkenan, silakan merujuk ke http://ilmukebenaran.blogspot.com, pada tab Buku AAT atau tab Download.

      Sekali lagi, terima kasih.

      Hapus
  2. ilmu kebenaran itu wajib belajar namun Haram dakwah.. krn pengalaman rohani dan hidup setiap insan sangat beragam. baiknya membeli dan membaca sendiri buku2 tersebut

    BalasHapus